Wednesday, January 9, 2019

ASKEP DIABETES MELLITUS


ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS

Image result for PENDERITA diabetes mellitus

oleh
Feby Saskiya Putri


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. (Kemenkes, 2013).
Data World Health Organization (WHO) telah mencatat Indonesia dengan populasi 230 juta jiwa, menduduki kedudukan keempat di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes terbesar setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Bahkan Kementerian Kesehatan menyebut prevalensi diabetes mencapai 14,7 persen di perkotaan dan 7,2 persen di pedesaan. Dengan asumsi penduduk berumur di atas 20 tahun pada 2010 mencapai 148 juta jiwa, diperkirakan ada 21,8 juta warga kota dan 10,7 juta warga desa menderita diabetes  (http://health.liputan6.com. Diakses 25 April 2015).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi diabetes dan hipertiroid di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen dan 0,4 persen. DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen. Prevalensi Diabetes Mellitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan   bertambahnya  umur,   namun   mulai  umur  ≥  65  tahun  cenderung menurun. (Kemenkes, 2013).
Menurut data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012, prevalensi penyakit tidak menular berbasis Rumah Sakit khususnya Diabetes Mellitus menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler (43,62%) yang mana penyakit DM sebanyak 27,64%.  (Dinkes Sulsel, 2012).
Melihat latar belakang diatas, maka penulis tertarik menyusun sebuah makalah yang berjudul Diabetes Mellitus.

B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1.         Apa definisi dan penyebab dari gangren?
2.         Apa definisi dan penyebab dari diabetes melitus?
3.         Bagaimana patofisiologi diabetes melitus?
4.         Bagaimana tanda dan gejala diabetes melitus?
5.         Bagaimana penatalaksanaan diabetes melitus?
6.         Bagaimanakah Asuhan keperawatan Diabetes Mellitus?

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuannya yaitu :
1.         Mengetahui definisi dan penyebab dari gangren.
2.         Mengetahui definisi dan penyebab dari diabetes melitus.
3.         Mengetahui patofisiologi diabetes melitus.
4.         Mengetahui tanda dan gejala diabetes melitus.
5.         Mengetahui penatalaksanaan diabetes melitus.
6.         Mengetahui Asuhan keperawatan Diabetes Mellitus









BAB II
PEMBAHASAN

A.      KONSEP DASAR MEDIK
1.         Definisi
a.         Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas (Shadine, 2010).
b.        Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2002).
c.         Diabetes Mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis dan multifaktorial yang dicirikan dengan dengan hiperglikemia dengan hiper lipidemia (Baradero, 2009).
d.        Diabetes Mellitus adalah suatu sindrom defisiensi sekresi insulin atau pengurangan efektifitas kerja insulin atau keduanya yang menyebabkan hiperglekimia (Marrelli, 2008).
e.         Arti Diabetes Mellitus dalam bahasa Indonesia adalah sirkulasi darah madu. Kata ini digunakan karena pada pasien Diabetes Mellitus, meningginya kadar gula darah termanifestasi juga dalam air seni. Ginjal tidak dapat menahan kadar gula darah yang tinggi (Tobing, 2008).
f.         Penyakit Kencing Manis (Diabetes Mellitus) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah secara terus-menerus (kronis) akibat kekurangan insulin baik kuantitatif maupun kualitatif (Tapan, 2005).
g.        Diabetes Mellitus Merupakan penurunan kemampuan tubuh untuk berespons terhadap insulin atau tidak terdapatnya pembentukan
insulin oleh pankreas (Baughman, 2000).
h.        Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal (Kemenkes, 2013).
2.         Etiologi
Ada beberapa penyebab Diabetes Mellitus menurut Smeltzer (2002) yakni sebagai berikut :
a.         Diabetes Tipe I
Diabetes Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
1)        Faktor  Genetik
Penderita  Diabetes  Mellitus  tidak   mewarisi  Diabetes  Tipe  I  itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya Diabetes Tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2)        Faktor Imunologi
Pada Diabetes Tipe I terdapat bukti adanya suatu proses autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya saolah-olah sebagai jaringan asing. autoantibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen (interna) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis Diabetes Tipe I.
3)        Faktor Lingkungan
Infeksi virus misalnya Coxsackie B4, gondongan (mumps),
rubella, sitomegalovirus dan toksin tertentu misalnya golongan nitrosamin yang terdapat pada daging yang diawetkan dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta pankreas.

b.        Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada Diabetes Tipe II  masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes Tipe II. Faktor-faktor ini adalah:

a.         Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b.        Obesitas
c.         Riwayat keluarga
d.        Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya Diabetes Tipe II dibandingkan
dengan golongan Afro-Amerika).
3.         Insiden
Penyakit degeneratif telah menjadi epidemi yang meluas di berbagai negara di seluruh dunia. Akibatnya hampir 17 juta orang meninggal lebih awal setiap tahun. Indonesia sebagai negara berkembang, merupakan salah satu negara dengan prevalensi penyakit degeneratif meningkat paling cepat, khususnya penyakit diabetes.
Jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia bertambah 150-200 orang setiap hari. Itu artinya, setiap enam menit, jumlah penderita diabetes bertambah satu orang. Pada tahun-tahun mendatang jumlah ini akan terus meningkat dengan prevalensi penderita yaitu orang-orang usia produktif di perkotaan (http://digilib.itb.ac.id di akses 22 Februari2017)

4.         Patofisiologi
a.         Diabetes Tipe I
Pada Diabetes Melitus Tipe I terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar.keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena mekanisme autoimun yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. Pulau pankreas diinfiltrasi oleh limfosit T dan dapat ditemukan autoantibodi terhadap jaringan pulau (antibodi sel langerhans) dan insulin. Setelah merusak sel beta, antibodi sel langerhans menghilang. Namun saat sel beta pankreas telah dirusak maka produksi insulin juga akan mengalami gangguan. Dimana sel beta pankreas tidak akan dapat memproduksi insulin sehingga akan terjadi defisiensi insulin. Maka akan terjadi hiperglikemia dimana glukosa akan meningkat di dalam darah sebab tidak ada yang membawa masuk glukosa ke dalam sel (Silbernalg, 2007).
b.        Tipe II
Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap insulin. Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal Diabetes Tipe II.  (Silbernalg, 2007).
5.         Manifestasi Klinis

Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose),sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.

Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :

a.         Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
b.        Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
c.         Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
d.        Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
e.         Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
f.         Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
g.        Cepat lelah dan lemah setiap waktu
h.        Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
i.          Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
j.          Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. Lain halnya pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis (Shadine, 2010).

6.           Test  Diagnostik
a.         Glukosa darah : Meningkat 200 – 100 mg/dl, atau lebih.
b.        Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
c.         Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d.        Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.
e.         Elektrolit
1)        Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun.
2)        Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjut-nya akan menurun.
3)        Fosfor : Lebih sering menurun.
f.         Hemoglobin glikosilat : Kadarnya meningkat 2 – 4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden (mis. ISK baru).
g.        Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis etabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h.        Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap stres atau infeksi.
i.          Ureum/kreatinin : Mungkin meningkat atau normal (dehidrasi / penurunan fungsi ginjal).
j.          Amilase   darah :  Mungkin   meningkat  yang  mengindikasikan  adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k.        Insulin darah : Mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe II) uang mengindikasikan insufisiensiinsulin/gangguan dalam penggunaannya (endogen/ eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody (autoantibody).
l.          Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m.      Urine : Gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n.        Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka (Doengoes, 2000).
7.           Komplikasi
Komplikasi penyakit diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu komplikasi bersifat akut dan kronis (menahun). Kompliasi akut merupakan kompliasi yang harus ditindak cepat atau memerlukan pertolongan dengan segera. Kompliasi kronis merupakan kompliasi yang timbul setelah penderita mengidap diabetes mellitus selama 5-10tahun atau lebih.
Komplikasi akut meliputi Diabetic Ketoacidosis (DKA), koma non-ketosis hiperosmolar (koma hiperglikemia), hiperglikemia. Sementara komlipkasi kronis meliputi komplikasi mikrovaskuler (komplikasi dimana pembuluh-pembuluh rambut kaku atau menyempit sehingga organ yang seharusnya mendapatkan suplai darah dari pembuluh-pembuluh tersebut menjadi kekurangan suplai) dan  dan komplikasi makrovaskuler (komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri yang lebih besar sehingga terjadi aterosklerosis) (Tobing, 2008).
8.           Terapi
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin  dan  kadar  glukosa darah dalam  upaya untuk mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik.
a.         Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksaan nutrisi pada penderita Diabetes Mellitus diarahkan untuk mencapai tujuan berikut:
1)        Memberikan  semua unsur makanan esensial (misalnya, vitamin, mineral)
2)        Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3)        Memenuhi kebutuhan energi
4)        Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
5)        Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
b.        Latihan (olah raga)
Latihan  sangat  penting dalam penatalaksanaan diabetik karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan otot juga diperbaiki dengan berolahraga.
c.         Pemantauan Kadar Glukosa dan Keton
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang. Pemantauan kadar glukosa darah merupakan prosedur yang berguna bagi semua penderita diabetes. Pemantauan ini merupakan dasar untuk melaksanakan terapi insulin yang intensif dan untuk menangani kehamilan yang dipersulit oleh penyakit diabetes. Pemeriksaan ini juga sangat dianjurkan bagi pasien-pasien dengan:
1)        Penyakit diabetes yang tidak stabil
2)        Kecenderungan untuk mengalami ketosis berat atau hipoglikemia
3)        Hipoglikemia tanpa gejala peringatan
4)        Ambang glukosa renal yang abnormal
Bagi penderita yang tidak menggunakan insulin, pemantauan mandiri glukosa darah sangat membantu dalam melakukan pemantauan terhadap efektivitas latihan, diet, dan obat hipoglikemia oral. Metode ini juga dapat membantu memotivasi pasien untuk melanjutkan terapinya. Bagi penderita Diabetes Mellitus tipe II, pemantauan mandiri glukosa darah harus dianjurkan dalam kondisi yang juga dapat menyebabkan hiperglikemia  (misalnya, keadaan  sakit)  atau  hipoglikemia  (misalnya,
peningkatan aktifias berlebihan)
d.        Terapi Insulin
Pada Diabetes Mellitus  tipe II insulin mungkin diperlukan seabgai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien Diabetes Mellitus tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, kehamilan, pembedahan, atau beberapa kejadian stress lainnya. Preparat insulin dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori  utama, yaitu:
1)        Insulin regular (R) / Short acting Insulin
2)        NPH Insulin / Intermediate acting Insulin, Lente Insulin (L)
3)        Ultralente Insulin (UL) / Long acting Insulin
e.         Pendidikan / Penyuluhan
Pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan bagi pasien diabetes bertujuan untuk menunjang perilaku meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Sasaran penyuluhan adalah pasien diabetes beserta keluarganya, orang-orang yang beraktivitas bersama-sama dengan pasien sehari-hari baik di lingkungan rumah maupun lingkungan lain. Pada pasien Diabetes Mellitus tipe II yang beru terdeteksi, pendidikan dasar tentang diabetes harus mencakup informasi tentang ketrampilan preventif, antara lain:
1)        Perawatan kaki
2)        Perawatan mata
3)        Higiene umum (misalnya, perawatan kulit, kebersihan mulut)
4)        Penanganan faktor resiko (mengendalikan tekanan darah dan kadar lemak darah, menormalkan kadar glukosa darah) (Smeltzer, 2002).

B.   KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.         Pengkajian
Menurut Doenges, (2000) pengkajian keperawatan pada Diabetes Mellitus dapat diuraikan sebagai berikut :
1)        Aktivitas/Istrahat
1)        Gejala: lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur/istrahat.
2)        Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau dengan aktivitas, letargi/disorientasi, koma dan penurunan kekuatan otot.

2)        Sirkulasi
1)        Gejala: Adanya riwayat hipertensi, IMA dan kesemutan pada extremitas,  Ulkus pada kaki dengan penyembuhan yang lama.
2)        Tanda:  Takikardia,  perubahan  tekanan  darah  postural, hipertensi,
nadi menurun, disritmia, krekels, GJK, kulit panas, kering, dan kemerahan,  bola mata cekung.
3)        Integritas Ego
1)        Gejala: Stress, tergantung pada orang lain,
2)        Tanda: Ansietas, peka rangsang.
4)        Eliminasi
1)        Gejala: Perubahan pola berkemih (polyuria), Rasa nyeri atau terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK, nyeri tekan abdomen, diare
2)        Tanda: Urine encer, pucat, kuning, polyuria (dapat berubah menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
5)        Makanan dan Cairan
1)        Gejala: Hilang nafsu makan, mual/muntah , penurunan berat badan, sering kehausan.
2)       Tanda: Kulit kering, turgor jelek, distensi abdomen, muntah, napas berbau aseton.
6)        Neurosensori
1)        Gejala: Pusing, sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, gangguan penglihatan.
2)        Tanda: Disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan memori.
7)        Nyeri dan Kenyamanan
1)        Gejala: Nyeri abdomen
2)        Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8)        Pernapasan
1)        Gejala: Merasa kekurangan oksigen.
2)        Tanda: Lapar udara/ sesak.
9)        Keamanan
1)        Gejala: Ulkus kulit, kulit kering dan gatal.
2)        Tanda: Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum, rentang gerak.
10)    Seksualitas
1)        Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
2.         Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada Diabetes Mellitus meliputi :
a.         Kekurangan volume cairan  berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik yang  berlebihan (muntah, diare)
b.        Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin
c.         Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi.
d.        Risiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen: ketidak seimbangan glukosa/insulin atau elektrolit.
3.         Intervensi Keperawatan
a.         Kekurangan volume cairan  berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik yang  berlebihan (muntah, diare).
Hasil yang diharapkan: Mendemonstrasikan hidrasi adekuat.
Kriteria evaluasi klien akan:
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan:
1)        Tanda-tanda vital stabil.
2)        Nadi perifer dapat diraba.
3)        Turgor kulit baik.
4)        Pengisian kapiler baik.
5)        Haluaran urine normal secara individu
6)        Kadar elektrolit dalam batas normal.





Tabel 2.1 Intervensi untuk Diagnosa Keperawatan Pertama
Intervensi
Rasional
Mandiri:
1)      Dapatkan riwayat pasien/orang terdekat sehubungan  lamanya/ intensitas seperti muntah, penge-luaran urine yang sangat berlebi-han.





2)      Pantau tanda-tanda vital, catat adanya  TD Artostatik










3)      Pola nafas seperti adanya per-napasan Kusmaul atau napas yang berbau keton.






4)      Frekwensi dan kualitas perna-pasan, penggunaan otot bantu napas dan adanya periode apnea dan munculnya sianosis.








5)      Suhu, warna kulit atau kelem-babannya.





6)      Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
7)      Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.


8)        Ukur berat badan setiap hari.




9)      Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleran-si jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat diberikan.
10)  Tingkatkan lingkungan yang dapat menimbulkan rasa nyaman. Selimuti pasien dengan selimut tipis.
11)   Kaji adanya perubahan mental/  sensori.









12)  Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung.



13)  Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat badan, nadi tidak teratur, dan adanya distensi pada vaskuler.

1) membantu dalam memperbaiki ke-kurangan volume total. Tanda dan gejala mungkin sudah lama ada pada beberapa waktu sebelumnya ( bebe-rapa jam sampai beberapa hari ) adanya proses infeksi meng-akibatkan demam dan keadaan Hipermetabolik yang meningkat-kan kehilangan air tidak kasat mata.
2)  Hipovolemia dapat dimanivestasi-kan oleh hipotensi dan Takikardia. Perkiraan berat ringannya Hipo-volemia dapat dibuat ketika tekan-an darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi ber-baring ke posisi duduk atau ber-diri. Catatan :Neuropati jantung dapat memutuskan refleks-refleks yang secara normal meningkatkan denyut jantung.
3) Paru-paru mengeluarkan asam kar-bonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkalo-sis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Pernapasan yang berbau aseton berhubungan peme-cahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
4)   Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan frek-uensi pernapasan mendekati normal. Tetapi peningkatan kerja pernapasan; pernapasan dangkal, pernapasan cepat; dan munculnya sianosis mungkin merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan atau mungkin pasien itu kehi-langan kemampuannya untuk melakukan kompensasi pada asidosis.
5)  Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang keme-rahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.

6) Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
7) Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
8) Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjut-nya dalam memberikan cairan pengganti.
9) Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi.




10) Menghindari pemanasan yang ber-lebihan terhadap pasien lebih lanjut akan dapat menimbulkan kehilangan cairan.
11) Perubahan mental dapat berhubu-ngan dengan glukosa yang tinggi atau rendah  (Hiperglikemia atau hipoglikemia) elektrolit yang abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral dan berkembang-nya hipoksia. Penyebab yang tidak tertangani, gangguan kesadaran dapat menjadi predisposisi (pencetus) aspirasi pada pasien.
12) Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering kali akan menimbul-kan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau eletrolit.
13) Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mugkin sangat ber-potensi menimbulkan kelebihan beban cairan dan GJK.


b.        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan   ketidak cukupan insulin
Hasil yang diharapkan: Jumlah kalori/Nutrisi normal
Tabel 2.2 Intervensi untuk Diagnosa Keperawatan Kedua
Intervensi
Rasional
Mandiri:
1) Timbang berat badan setiap hari se-suai indikasi.

2) Tentukan program diet dan pola ma-kan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang tidak dicerna dan pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
4) Berikan makanan cair yang meng-andung zat makanan (Nutrien) dan eletrolit dan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui pem-berian cairan lewat oral. Selanjutnya terus upayakan pemberian makanan yang lebih padat sesuai dengan yang dapat ditoleransinya.
5) Identifikasi makanan yang disukai /dikehendaki termasuk kebutuhan sesuai dengan etnik.

6) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makanan sesuai indi-kasi.

7) Observasi tanda-tanda hipoglikemia . seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab (dingin), denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing, dan sempoyo-ngan.






1) Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya).
2) Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan ter-apeutik.

3) Hiperglikemia dan gangguan kese-imbangan  cairan dan elektrolit  dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4)  Pemberian makanan melalui oral le-bih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.






5)  Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerja sama ini dapat diupayakan setelah pulang.
6) Meningkatkan rasa keterlibatanya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien. 
7)  Karena metabolisme karbohidrat mu-lai terjadi (gula darah akan berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia dapat terjadi). Jika pasien dalam keadaan koma, hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran. Ini secara potensial dapat mengancam kehidupan yang harus dikaji dan ditangani secara cepat melalui tindakan yang direncanakan.

c.         Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi.
Hasil yang diharapkan: Resiko infeksi berkurang.
Kriteria evaluasi klien akan:
1) Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Tabel 2.3 Intervensi untuk Diagnosa Keperawtan Ketiga
Intervensi
Rasional
Mandiri:
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya fus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh, atau berkabut.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
3) Pertahankan teknik aseptik pada pro-sedur invasif (seperti pemasangan infus, pemasangan kateter dan sebagainya), pemberian perawatan, dan pemeliharaan.

4) Lakukan perawatan perineal dengan baik. Ajarkan pasien wanita untuk membersihkan daerah perinealnya dari depan ke belakang setelah eliminasi.




5) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering dan tetap kencang.

6) Auskultasi bunyi napas.






7) Posisikan pasien pada posisi semi-fowler.

8) Lakukan perubahan posisi dan an-jurkan pasien untuk batuk efektif /napas dalam jika pasien sadar dan kooperatif. Lakukan penghisapan lendir pada jalan napas dengan menggunakan tehnik steril sesuai ke-perluannya.
9) Berikan tissu dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk penampungan sputum atau sekret yang lainnya.
10)  Bantu pasien untuk melakukan higi-ene oral.
11) Anjurkan untuk makan dan minum yang adekuat. (kira-kira 3000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi).





1)      Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah men-cetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi noso-komial.
2)      Mencegah timbulnya infeksi.




3)      Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik untuk pertumbuhan kuman.



4)      Mengurangi resiko terjadinya infeksi saluran kemih. Pasien koma mungkin memiliki resiko yang khusus jika terjadi retensi urine pada saat awal dirawat. Catatan: pasien DM wanita lansia merupakan kelompok utama yang paling be-resiko terjadi infeksi saluran kemih.
5)      Sirkulasi perifer yang terganggu bisa menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya ke-rusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.

6)      Ronchi mengidentifikasikan adanya akumulasi sekret yang mungkin berhubungan dengan pneumonia/ bronchitis. Edema paru (bunyi kre-kels) mungkin sebagai akibat dari pemberian cairan yang terlalu cepat/berlebihan atau GJK.
7)      Memberikan kemudahan bagi paru untuk mengembang; menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
8)      Membantu dalam memventilasi-kan semua daerah paru dan me-mobilisasi sekret. Mencegah agar sekret tidak statis sehingga terjadi peningkatan resiko infeksi.


9)      Mengurangi penyebab infeksi



10)   Menurunkan resiko terjadinya pe-nyakit mulut dan gusi.
11)  Menurunkan kemungkinan terjadi-nya infeksi. Meningkatkan aliran urine untuk mencegah urine yang statis dan membantu dalam mem-pertahankan pH/keasaman urine, yang menurunkan pertumbu-han bakteri dan pengeluaran organisme dari sistem organ tersebut.

d.        Risiko tinggi terhadp perubahan sensori-persepsi berhubungan dengan pe-rubahan kimia endogen, ketidak seimbangan glukosa/ insulin dan elektrolit.
Hasil yang diharapkan: Mempertahankan tingkat mental biasanya.
Tabel 2.4 Intervensi untuk Diagnosa Keperawatan Keempat
Intervensi
Rasional
1)  Pantau tanda-tanda vital dan status mental.


2) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya, misalnya terhadap tempat, orang dan waktu. Berikan penjelasan yang singkat dengan bicara perlahan dan jelas.
3) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istrahat pasien.
4) Pelihara aktivitas rutin pasie sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuangnya.
5)   Lindungi pasien dari cedera  ketika tingkat kesadaran pasien terganggu. Berikan bantalan lunak pada pagar tempat tidur dan berikan jalan napas buatan yang lunak jika pasien kemungkinan kejang.

6)  Evaluasi lapang pandang pengli-hatan sesuai dengan indikasi.




7) Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri, atau kehilangan sensori pada paha atau kaki. Lihat adanya ulkus, daerah kemerahan, tempat-tampat tertekan. Kehilangan denyut nadi perifer.
8) Berikan tempat tidur yang lembut. Pelihara kehangatan kaki/tangan, hindari terpajan terhadap air panas atau dingin atau penggunaan bantalan/pemanas.




9) Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.

 1) Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.
2) Menurunkan kebingungan dan mem-bantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas.



3) Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih, dan dapat memperbaiki daya pikir.
4) Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada ling-kungannya.
5) Pasien mengalami disorientasi me-rupakan awal kemungkinan timbul-nya cedera. Terutama malam hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi. Munculnya kejang perlu diantisipasi untuk mencegah trauma fisik, aspirasi dan sebagainya.

6) Edema/lepasnya retina, hemoragis, katarak, atau paralisis otot ekstra-okuler sementara mengganggu pe-nglihatan yang memerlukan terapi korektif atau perawatan penyo-kong.
7)   Neuropati perifer dapat mengakibat-kan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distor-si yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gang-guan keseimbangan.
8) Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusa-kan kulit karena panas. Catatan: munculnya dingin yang tiba-tiba pada tangan atau kaki dapat men-cerminkan adanya hipoglikemia , yang perlu melakukan pe-meriksaan terhadap kadar gula darah.
9) Meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa ketidakse-imbangan dipengaruhi.

4.         Implementasi Keperawatan
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi atau perencanaan dan prioritas  masalah.
5.         Evaluasi Keperawatan
Mengacu pada kriteria tujuan yaitu sebagai berikut:
a.         Dx 1:  
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat
b.        Dx 2:
1)        Menunjukkan energi seperti biasanya
2)        Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan kearah rentang  biasanya.
3)        Nilai laboratorium normal
b.        Dx 3:
Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
c.         Dx 4:
Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari makalah yang saya buat, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyakit  Diabetes Militus (DM) ini sangat brrbahaya dan menakutkan. Banyak sekali faktor yang menyebabkan seseorang menderita penyakit Diabetes Militus. Seperti conohnya, Obesitas(berat badan berlebih),faktor genetis, pola hidup yang tidak sehat (jarang berolah raga), kurang tidur, dan masih banyak yang lainnya.

B.       Saran
Adapun saran bagi pembaca dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.         Selalu berhati-hatilah dalam menjaga pola  hidup. Sering berolah raga dan istirahat yang cukup.
2.         Jaga pola makan anda. Jangan terlalu sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang terlalu manis. Karena itu dapat menyebabkan kadar gula melonjak tinggi.













DAFTAR PUSTAKA


Baradero, 2009. Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.

Baughman, 2000. Keperawatan Medikal BedahJakrta : EGC.

Christmastuti Nur, 2008. Sarana Deteksi Penyakit Diabetes Dengan Sampel Saliva (Studi Kasus Di Bandung Indah Plaza) http://digilib.itb.ac.id (Online) Diakses 22 Februari 2017.

Dinkes Sulsel, 2012. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012.

Doenges, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Kemenkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan Penelitian dan Pembangunan Kesehatan : Jakarta.

Liputan6, 2011. Diabetes Melitus, Indonesia Duduki Peringkat ke-4 Dunia.http://health.liputan6.com (Online) Diakses 22 Februari 2017.

Marrelli, 2008. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC

Rekam Medik BLUD RS Tenriawaru Kabupaten Bone

Shadine, 2010. Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke, dan Serangan JantungJakarta : Keenbooks.

Silbernalg, 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Smeltzer, & Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal. Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta : EGC

Tapan, 2005. Penyakit Degeneratif. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Tobing, 2008. Care Yourself, Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Plus.

Yayan Ajuz, 2012. Anatomi Pankreas. http://yayanajuz.com (Online) Diakses 22 Februari 2017

No comments:

Post a Comment

Nutrisi

KONSEP DAN PRINSIP KEBUTUHAN NUTRISI Disusun oleh: Feby saskiya Put ri FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS...